Obat
otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf otonom, mulai dari sel
syaraf sampai sel efektor. Obat ini berpengaruh secar spesifik dan bekerja pada
dosis kecil. Efek suatu obat otonom dapat diperkirakan jika respons
berbagai organ otonom terhadap impuls syaraf otonom diketahui.
1.1 Anatomi
Fisiologi Syaraf Otonom
Syaraf
otonom terdiri dari syaraf preganglion, gaglion dan pascaganglion yang
mempersyarafi sel efektor. Saraf otonom berhubungan dengan syaraf somatic,
sebaliknya kejadian somatic juga mempengaruhi fumgsi organ otonom. Pada susunan
syaraf pusat terdapat beberapa pusat otonom, misalnya di medulla oblongata
terdapat pengatur pernapasan dan tekanan darah. Hipotalamus dan hipofisis yang
mengatur suhu tubuh, keseimbangan air, metabolisme lemak dan karbohidrat. Pusat
susunan syaraf otonom yang lebih tinggi dari hipotalamus adalah korpus striatum
dan korteks serebrum yang dianggap sebagai coordinator antara system otonom dan
somatic.
Gb.
pembagian syaraf otonom
Serat
eferen terbagi dalam system simpatis dan parasimpatis. Sistem
simpatis disalurkan melalui serat torakolumbal (dari torakal 1 sampai lumbal
3), dalam system ini termasuk ganglia pravertebal dan ganglia terminal. System
parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui
syaraf otak ke III, IX, X dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral
segmen 2, 3 dan 4.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan
fungsi yang antagonistik yaitu bila yang satu menghambat fungsi maka yang lain
memicu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah
pengaruh syaraf simpatis dan miosis dibawah pengaruh parasimpatis.
System
simpatis aktif setiap saat, walaupun aktivitasnya bervariasi dari waktu ke
waktu. Dengan demikian penyesuaian tubuh terhadap lingkungan terjadi setiap
secara terus menerus. Dalam keadaan darurat, system simpatoadrenal (terdiri
dari system simpatis dan adrenal) berfungsi sebagai satu kesatuan secara
serentak. System parasimpatis fungsinya lebih terlokalisasi, tidak difus
seperti system simpatis, dengan fungsi primer reservasi dan konservasi sewaktu
aktivitas organisme minimal. System ini mempertahankan denyut jantung dan
tekanan darah pada fungsi basal, menstimulasi system pencernaan berupa
peningkatan motilitas dan sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorpsi
makanan, memproteksiretina terhadap cahaya berlebihan, mengosongkan rectum dan
kandung kemih.
1.2 Cara
Kerja Obat Otonom
Obat otonom
mempengaruhi transmisi neurohormonal dengan cara menghambat atau
mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi
system kolinergik dan adrenergic, yaitu:
1. Menghambat
sintesis atau pelepasan transmitor
2. Menyebabkan
penglepasan transmitor.
3. Berikatan
dengan reseptor
4. Menghambat
destruksi transmitor.
1.3 Penggolongan Obat
Berdasarkan Efek Utamanya
A. Kolinergik
atau Parasimpatomimetik
Efek obat
golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
Ada 2
macam reseptor kolinergik:
· Reseptor
muskarinik: merangsang otot polos dan memperlambat denyut jantung
· Reseptor
nikotinik/ neuromuskular → mempengaruhi otot rangka
Penggolongan
Kolinergik
· Ester
kolin (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
· Anti kolinestrase (eserin, prostigmin,
dilsopropil fluorofosfat)
· Alkaloid
tumbuhan (muskarin, pilokarpin, arekolin)
· Obat
kolinergik lain (metoklopramid, sisaprid)
Farmakodinamik
Kolinergik
· Meningkatkan
TD
· Meningkatkan
denyut nadi
· Meningkatkan
kontraksi saluran kemih
·
Meningkatkan peristaltik
· Konstriksi
bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
· Konstriksi
pupil mata (miosis)
· Antikolinesterase:
meningkatkan tonus otot
Efek
Samping
· Asma
bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
· Iskemia
jantung, fibrilasi atrium
·
Toksin; antidotum → atropin dan epineprin
Indikasi
· Ester
kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat), meteorismus, (kembung), retensio
urine, glaukoma, paralitic ileus, intoksikasi atropin/ alkaloid beladona,
faeokromositoma.
· Antikolinesterase:
atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika (setelah pemberian atropin pd
funduskopi), diagnosis dan pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik
sinap), penyakit Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)
· Alkaloid
Tumbuhan: untuk midriasis (pilokarpin)
· Obat
Kolinergik Lain: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras radiologik,
mencegah dan mengurangi muntah (Metoklopramid)
Intoksikasi
· Efek
muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi, laringospasme, rinitis
alergika, salivasi, muntah, diare, keringat berlebih
· Efek
nikotinik: otot rangka lumpuh
· Efek
kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi,
koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas.
Tabel
Jenis Obat Kolinergik
Nama-nama obat kolinergik
|
Dosis
|
Pemakaian dan pertimbangan
pemakaian
|
Bekerja
langsung
|
||
Betanekol (urecholine)
|
D: PO: 10-50 mg, b.i.d.-q.i.d
|
Untuk meningkatkan urin, dapat
merangsang motilitas lambung
|
Karbakol (carcholine, miostat)
|
0,75-3%, 1 tetes
|
Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
|
Pilokarpin (pilocar)
|
0,5-4%, 1 tetes
|
Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis
|
Antikolinestrase
reversible
|
||
Fisostigmin (eserine)
|
0,25-0,5%, 1 tetes, q.d-q.i.d
|
Untuk menurunkan tekanan
intraokuler, miosis, masa kerja singkat
|
Neostigmin (prostigmin)
|
D: PO: mula-mula 15 mg, t.i.d
Dosis
max: 50 mg, t.i.d
|
Untuk menambah kekuatan otot pada
miastenia gravis, masa kerja singkat
|
Ambenonium (mytelase)
|
D: PO: 60-120 mg, t.i.d atau q.i.d
|
Untuk menambah kekuatan otot, masa
kerja sedang
|
Antikolinestrase
irreversible
|
||
Demakarium (humorsol)
|
0,125-0,25%, 1 tetes, q 12-48 jam
|
Untuk menurunkan tekanan
intraocular pada glaucoma, miotikum, masa kerja panjang
|
Isofluorofat (floropryl)
|
Ointment 0,25%, q 8-72 jam
|
Untuk mengobati glaucoma. Kenakan
pada sakus konjungtiva
|
B. Simpatomimetik
atau Adrenergic
Yakni
obat-obat yang merangsang system syaraf simpatis, karena obat-obat ini
menyerupai neurotransmitter (norepinafrin dan epinephrine). Obat-obat ini
bekerja pada suatu reseptor adrenergic yang terdapat pada sel-sel otot polos,
seperti pada jantung, dinding bronkiolus saluran gastrointestinal, kandung
kemih dan otot siliaris pada mata. Reseptor adrenergic meliputi alfa1,
alfa2, beta1 dan beta2
Kerja obat
adrenergic dapat di bagi dalam 7 jenis:
· Perangsang
perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, dan terhadap
kelenjar liur dan keringat.
· Penghambatan
perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka.
· Perangsangan
jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
· Perangsangan
SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor dan pengurangan nafsu makan.
· Efek
metabolic, misalnya peningkatan glikogenesis di hati dan otot, lipolisis dn
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
· Efek
endokrin, misalnya mempengaruhi efek insulin, rennin dan hormone hipofisis.
· Efek
prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE dan Ach.
Penggolongan
Adrenergik
· Katekolamin
(Endogen: epineprin, norepineprin dan dopamine; Sintetik: isoprotenol hidroklorida dan dobutamine)
· Non
katekolamin (fenileprin, meteprotenol dan albuterol)
Farmakodinamik
Adrenergic
· Bersifat
inotropik
· Bronkodilator
· Hipertensi
· Tremor
dan gelisah
Efek
Samping
Efek
samping sering kali muncul apabila dosis ditingkatkan atau obat bekerja non
selektif (bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping yang sering timbul pada
obat-obat adrenergic adalah, hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia, tremor,
pusing, kesulitan berkemih, mual dan muntah.
Kontra Indikasi
· Tidak
boleh di gunakan pada ibu hamil
· Sesuaikan
dosis pada penderita yang mendapat antidepresi trisiklik
· Tidak
boleh digunakan pada penderita Stenorsis subaorta, anoreksia, insomnia dan
estenia.
Tabel
Jenis Obat Adrenergik
Adrenergic
|
Resptor
|
Dosis
|
Pemakaian dalam klinik
|
Epinefrin (adrenalin)
|
Alfa1, beta1, beta2
|
Berbeda-beda
D: IV, IM, SK: 0,2-1 ml dari
1:1000
|
Syok
nonhipovalemik, henti jantung, anafilaksis akut, asma akut.
|
Efadrin
|
Alfa1, beta1, beta2
|
D: PO: 25-50 mg, t.i.d atau q.i.d
D:
SK
|
Keadaan hipotensi, bronkospasme,
kongesti hidung, hipotensi ortoristik.
|
Norepinefrin (lavarterenol,
levophed)
|
Alfa1, beta1
|
D: IV: 4 mg, dekstrose 5% dalam
250-500 ml
|
Syok, merupakan vasokontriktor
kuat, meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
|
Dopamine (intropin)
|
Beta1
|
D: IV: mula-mula 1-5 µg/kg/menit,
naikkan secara bertahap; ≤ 50 µg/kg/menit
|
Hipotensi (tidak menurunkan fungsi
ginjal dalam dosis <5 µg/kg/menit)
|
Fenilefrin (neo-synephrine)
|
Alfa1
|
Larutan
0,123-1%
|
Kongesti
hidung (dekongestan)
|
Pseudoefedrin (Sudafed, Actifed)
|
Alfa1, beta1
|
Obat bebas (beberapa)
|
Dekongestan
|
Fenilpropanolamin (Dimetapp,
contac, triaminicol, dexatrim)
|
Alfa1, beta1
|
Obat bebas (beberapa)
|
Dekongestan
|
Dobutamin (dobutrek)
|
Beta1
|
D: IV: mula-mula 2,5-10 µg/kg,
dapat dinaikkan secara bertahap; ≤ 40 µg/kg/menit
|
Obesitas
|
Isoprotenol (isoprel)
|
Beta1, beta2
|
Inhal: 1-2 semprotan, IV: 5-20
µ/menit
|
Dekompensasi jantung, payah
jantung kongestif (meningkatkan aliran darah miokardium dan curah jantung)
|
Metaprotenol (alupent, metaprel)
|
Beta1 (beberapa), beta2
|
Inhal: 2-3 semprotan ≤ 12
semprotan/hari
D: PO: 10-20 mg, t.i.d atau q.i.d
|
Bronkospasme, blok jantung akut
(hanya dipakai pada bradikardi yang refrakter terhadap atropine)
|
Albuterol (proventil)
|
Beta2
|
Inhal: 1-2 semprotan, q 4-6 h D:
PO: 2-4 mg, t.i.d atau q.i.d
|
Bronkospasme
|
Ritodrin (yutopar)
|
Beta1 (beberapa), beta2
|
D: PO: 10-20 mg, q 4-6 h, ≤ 120
mg/hari
IV: 50-300 µ/menit
|
Relaksasi usus
|
C. Parasimpatolitik
atau Antikolinergik
Obat-obat
yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor
asetilkolindisebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik. Obat ini
mempengaruhi organ jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal,
kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin dengan menghambat saraf parasimpatis,
sehingga system saraf simpatis (adrenergic) menjadi dominan.
Penggolongan
Obat Antikolinergik
· Antikolinergik
klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan skopolamin)
· Antikolinergik
sintetik (Propantelin)
· Antikolinergik-antiparkisonisme
(triheksifenidil hidroklorida, prosiklidin, biperiden dan benztropin)
Farmakodinamik
Antikolinergik
· Menghambat
efek muskarinik
· Penurunan
salivasi dan sekresi lambung (konstipasi)
· Mengurangi
kontraksi tonus kandung kemih
· Dapat
bekerja sebagai antidot terhadap toksin
· Sebagai
obat antispasmodik
· Meningkatkan
TD
· Mengurangi
rigriditas dan tremor berhubungan dengan ekstensi neuromuscular
Efek
Samping
· Mulut
kering
· Gangguan
penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat midriasis)
· Konstipasi
sekunder
· Retensi
urine
· Takikardia
(akibat dosis tinggi)
Obat-obat
Antikolinergik
Nama obat
|
Dosis
|
Pemakaian dan pertimbangan
|
Atropine
|
D: IM: 0,4 mg
IV: 0,5-2 mg
|
Pembedahan untuk mengurangi
salvias dan sekresi bronchial. Meningkatkan denyut jantung dengan dosis ≥ 0,5
mg
|
Propantelin (bentyl)
|
D: PO: 7,5-15 mg, t.i.d atau q.i.d
|
Sebagai antispasmodic untuk tukak
peptic dan irritable bowel syndrome
|
Skopolamin (hyoscine)
|
D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d atau q.i.d;
IM: 0,3-0,6 mg
|
Obat preanestesi, irritable
bowel syndrome dan mabuk perjalanan.
|
Isopropamid (darbid)
|
D: PO: 5 mg, b.i.d
|
Tukak peptic dan irritable
bowel syndrome
|
Hematropin (isopto hematropin)
|
Larutan 2-5%, 1-2 tetes
|
Midriasis dan siklopegia
(paralisis otot siliaris sehingga akomodasi hilang) untuk pemeriksaan mata
|
Siklopentolat (cyclogyl)
|
Larutan 0,5-2%, 1-2 tetes
|
Midriasis dan siklopegia untuk
pemeriksaan mata
|
Benztropin (cogentin)
|
D; PO: 0.5-6 mg/hari dalam dosis
terbagi
|
Penyakit parkison. Untuk mengobati
efek samping fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
|
Biperiden (akineton)
|
D: PO: 2 mg, b.i.d - q.i.d
|
Penyakit parkison. Untuk mengobati
efek samping fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
|
Trihesifinidil (artane)
|
D: PO: 1 mg/hari, dapat dinaikkan
sampai 5-15 mg/hari dalam dosis terbagi
|
Penyakit parkison. Untuk mengobati
efek samping fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
|
D. Simpatolitik
atau Antiadrenergik
Obat-obat
antiadrenergik umumnya mengahambat efek neurotransmitter adrenergic dengan
menempati reseptor alfa dan beta baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasar tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis
adrenoreseptor (adrenoreseptor bloker) dan penghambat saraf adrenergic.
Antagonis
reseptor atau adrenoreseptor blocker ialahh obat yang menduduki adrenoreseptor
sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic, dengan
demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya. Untuk
masing-masing adrenoreseptor α dan β memiliki penghambat yang efektif yakni
α-blocker dan β-blocker.
Penghambat
saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respon sel efektor terhadap
perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat adrenergic eksogen.
1. α
- Blocker
Penggolongan
dan Indikasi Obat α - Blocker
a. α
– Blocker Nonselektif:
· Derivat
haloalkilamin (dibenamin dan fenoksibenzamin) : untuk pengobatan
feokromositoma, pengobatan simtomatik hipertofi prostat benigna dan untuk
persiapan operasi,
· Derivat
imidazolin (fentolamin dan telazolin) : mengatasi hipertensi, pseudo-obstruksi
usus dan impotensi.
· Alkaloid
ergot (ergonovin, ergotamine dan ergotoksin) : meningkatkan tekanan darah,
untuk stimulasi kontraksi uterus setelah partus, mengurangi nyeri migren dan
untuk pengobatan demensia senelis.
b. α1 –
Blocker Selektif:
· Derivat
kuinazolin (prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin danbunazosin) : untuk
pengobatan hipertensi, gagal jantung kongesif, penyakit vaskuler perifer,
penyakit raynaud dan hipertofi prostat benigna (BPH)
c. α2 –
Blocker Selektif : (Yohimbin) untuk pengobatan impotensi, meningkatkan TD,
Farmakodinamik
· Menimbulkan
vasodilatasi dan venodilatasi
· Menghambat
reseptor serotonin
· Merangsang
sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat
· Kontriksi
pupil
Efek
Samping
· Hipotensi
postural
· Iskemia
miokard dan infark miokard
· Takikardi
dan aritmia
· Hambatan
ejakulasi dan espermia yang reversible
· Kongesti
nasal
· Pusing,
sakit kepala, ngantuk, palpasi edema perifer dan nausea.
· Tekanan
darah menurun
2. β
- Blocker
Jenisnya
adalah propanolol yang menjadi prototype golongan obat ini. Sehingga sampai
sekarang semua β-blocker baru selalu dibandingkan dengan propanolol.
Farmakodinamik
· Mengurangi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard
· Menurunkan
TD dan resistensi perifer
· Sebagai
antiaritmia
· Bronkokontriksi
· Mengurangi
efek glikemia
· Peningkatan
asam lemak dalam darah
· Menghambat
tremor dan sekresi renin
Efek
Samping
· Gagal
jantung dan Bradiaritmia
· Bronkospasme
· Gangguan
sirkulasi perifer
· Gejala
putus obat (serangan angina, infark miokard, aritmia ventrikuler bahkan kematian)
· Hipoglikemia
dan hipotensi
· Efek
sentral (rasa lelah, gangguan tidur dan depresi)
· Gangguan
saluran cerna (nausea, muntah, diare atau konstipasi)
· Gangguan
fungsi libido ( penurunan libido dan impotensi)
· Alopesia,
retensi urine, miopati dan atropati
Indikasi
Pada
umumnya obat-obat antiadrenergik di gunakan untuk pengobatan Angina pectoris,
Aritmia, Hipertensi, Infark miokard, Kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
Feokromositoma, Tirotoksokosis, Glaucoma, tremor esensial dan Ansietas
Kontraindikasi
· Hati-hati
penggunaan β-blocker pada penderita dengan pembesaran jantung dan gagal
jantung
· Hati-hati
penggunaan pada penderita asma, syok kardiogenik, penyakit hati dan ginjal.
· Tidak
boleh digunakan pada penyakit vascular perifer dan penyakit paru obstruktif
menahun (PPOM)
3. Penghambat
Saraf Adrenergik
Penghambat
saraf adrenergic mengambat aktivitas saraf adrenergic berdasarkan gangguan
sintesis atau penyimpanan dan penglepasan neurotransmitor di ujung saraf
adrenergic.
Penggolongan
dan Indikasi Obat Penghambat Saraf Adrenergik
a. Guanetidin
dan Guanadrel (ismelin dan hylorel) : sebagai antihipertensi
b.
Reserpin : sebagai antihipertensi (lebih efektif bila dikombinasikan
dengan obat diuretic)
c. Metirosin
: menghambat enzim tirosin hidroksilase, sebagai adjuvant dari fenoksibenzamin
pada pengobatan feokrositoma maligna.
Farmakodinamik
· Menyebabkan
respon trifasik terhadap TD
· Menyebabkan
vasodilatasi, venodilatasi dan penurunan curah jantung.
· Retensi
air dan garam
· Meningkatkan
motilitas saluran cerna
Efek
Samping
· Hipotensi
ortostatik dan hipotensi postural
· Diare
· Hambatan
ejakulasi
· Retensi
urine
· Sedasi,
ansietas dan tidak mampu berkonsentrasi
· Depresi
psikotik atau gangguan psikis lainnya
· Hidung
tersumbat
· Odema
Kontraindikasi
· Tidak
boleh diberikan pada penderita dengan riwayat depresi.
· Tidak
boleh dikonsumsi bersamaan dengan alcohol.
Tabel
Jenis Obat Antiadrenergik
Antiadrenergik
|
Reseptor
|
Dosis
|
Pemakaian
dalam klinis
|
Tolazolin (proscoline)
|
alfa
|
D:IM:
IV: 25mg, q.i.d. bayi baru lahir: IV: 1-2mg/kg selama 10 menit
|
Gangguan
pembuluh darah tepi (raynaud), hipertensi
|
Fentolamin (regitine)
|
alfa
|
D: IM:
IV: 5 mg A: IM: IV: 1 mg
|
Gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi.
|
Prazosin (minipress)
|
alfa
|
D: PO:
1-5 mg, t.i.d; ≤ 20 mg/hari
|
Hipertensi
|
Propanolol (inderal)
|
Beta1,
beta2
|
D: PO:
10-20 mg, t.i.d atau q.i.d; dosis dapat disesuaikan
IV: 1-3
mg, dapat diulang bila perlu
|
Hipertensi,
aritmia, angina pectoris, pasca infark miokardium
|
Nadolol (corgard)
|
Beta1,
beta2
|
D:
PO:40-80 mg/hari, ≤ 240 mg/hari
|
Hipertensi,
angina pektoris
|
Timolol (blocarden)
|
Beta1,
beta2
|
D:
PO:10-20 mg, b.i.d ≤60 mg/hari
|
Hipertensi
pasca infark miokardium
|
Meetoprolol (lopressor)
|
Beta1
|
D: PO: 100-450 mg, q.i.d; q
rata-rata 50 mg b.i.d
|
Hipertensi,
angina, pasca infark miokardium
|
Atenolol (temormin)
|
Beta1
|
D: PO:50-100 mg/hari
|
Hipertensi,
angina
|
Asebutolol (spectral)
|
Beta1
|
D: PO: 200 mg, b.i.d
|
Hipertensi, aritmia ventrikel
|
E. Obat
Ganglion
Reseptornya
dikenal sebagai reseptor nikotinik yang sensitive terhadap peghambatan oleh
heksametonium. Atas dasar fakta yang ditemukan diduga bahwa Ach yang dilepaskan
saraf preganglion berinteraksi dengan suatu neuron perantara yang di lepaskan
katekolamin.
Zat yang
menstimulasi kolinoreseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2 golongan.
Golongan yang pertama terdiri dari nikotin dan lobelin. Golongan kedua adalah
muskarin, metakolin dan sebagian antikolinestrase. Sedangkan zat penghambat
ganglion juga ada 2 golongan,yaitu golongan yang merangsang lalu menghambat
seperti nikotin dan yang langsung mengambat contohnya heksametonium dan
trimetafan.
1. Obat
Yang Merangsang Ganglion.
Nikotin
penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tapi tempat kerjanya di ganglion
yang dapat menimbulkan ketergantungan dan bersifat toksik.
Farmakodinamik
· Takikardi
· Merangsang
efek bifasik pada medulla adrenalin
· Merangsang
efek sentral pada SSP
· Vasokontriksi
· Tonus
usus dan peristaltic meningkat
· Perangsangan
sekresi air dan secret bronkus
Efek
Samping
· Muntah
dan Salivasi
· Hipertensi
· Efek
sentral (Tremor dan insomnia)
· Efek
nikotinik (kelumpuhan atau lemah pada otot rangka)
Intoksikasi
Intoksikasi
akut: mual, slivasi, kolik usus, muntah, diare, keringat dingin, sakit
kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan terganggu, otot-otot menjadi lemah,
frekuensi napas meninggi, TD naik.
Pengobatan: larutan kalium permanganate 1:10.000
Intoksikasi
kronik: kejadian ini biasanya terjadi pada perokok berat antara lain
faringitis, sindrom pernapasann perokok, ekstrasistol, takikardi atrium
paroksismal, nyeri jantung, penyakit buerger, tremor dan insomnia.
2. Obat
Penghambat Ganglion
Dalam
golongan ini termasuk heksametonium (C6), pentolinium (C5), tetraetiamonium
(TEA), klorisondamin, mekamilamin, trimetafan.
Farmakodinamik
· Vasodilatasi
· Pengurangan
alir balik vena
· Temperature
kulit meningkat
· Penurunan
laju filtrasi glomerulus
· Sekresi
lambung, air liur dan pancreas berkurang
· Kelenjar
keringat dihambat.
Efek
Samping
· Midriasis
· Hipotensi
ortostatik
· Sembelit
dengan kemungkinan ileus peeristaltik dan retensi urin
· Mulut
kering
· Impotensi
· Konstipasi
· Obstipasi
diseling dengan diare, mual, anoreksia dan sinkop.
Kontraindikasi
· Gunakan
dengan hati-hati pada pasien alergi
· Jangan
di gunakan pada penderita insufisiensi koroner dan ginjal.
Keterangan:
D: Dewasa
PO:
Peroral
IV: Intra
Vena
IM: Intra
Muskular
1.4 Referensi
Deglin,
Vallerand. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGC
FKUI,
Bagian Farmakologi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya
Baru: Jakarta
Kee,
Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar